Sabtu, 29 Desember 2018

Rindu Melagu,...



Kawan
rindu melagu sendu, membiru awan-awan senja..
tenggelam mengenang sajak yang dahulu
langkah ini tak setangguh masa dulu
punggung pun semakin rapuh
pundak kami rasanya berat..
kembali lagi menjemput alam
menatap ufuk menggapai surya
memimpikan bintang yang nampak nyata tak berjarak..

tak tertahankan sudah..
rindunya kami pada suara burung-burung
eloknya kabut yang misterius
menelusup setapak mengiringi langkah
menetapkan hati,
menundukkan ego..
berharap merobohkan kesombongan ini..
berharap kembali keindahan sejati..
Sore itu kami memutuskan kembali
mengumpulkan puing rindu
dan memupuk keberanian untuk janji yang lama sudah terlampaui..


--Ranu Kumbolo--

Jumat, 07 Desember 2018




Siluet senja nampak sendu melagu tersipu mendung,
awan dari balik jendela gelap menyambut manusia
sesekali percikan cahaya petir sontak mengejutkan
gemuruh menderu,..memburu,..membuat kaku,..
takut,..
Suasana ini,..
Jalan setapak memuncak, berkelok dan terjal
perjalanan ini berat,..

Sampai pada suatu ketika, aku menangis tanpa air mata,..
merunduk kuyu,..palsu,..dan luluh,..
tangan ini kasar, kotor dan angkuh
malu karena lama tak bersua,..
masih pantaskah tangan ini menengadah,..
Ya Allah,...
ampunilah hamba-hamba yang jauh dari rasa syukur ini,..



--bie--

Senin, 18 September 2017

Lilin lilin kecil

............................
Dan kau lilin lilin kecil 
Sanggupkah kau mengganti 
Sanggupkah kau memberi seberkas cahaya 
Dan kau lilin lilin kecil 
Sanggupkah kau berpijar
Sanggupkah kau menyengat seisi dunia
......................................................

Sunyi, angin pun berhembus tidak terlalu berisik, tidak pula terlalu mengganggu malam itu, namun tiba-tiba saya harus terjaga. dingin suasana kala itu, sejuk, damai dan tiba-tiba perasaan haru mengingat kejadian masa-masa dulu. baiklah kawan, mari kita bersahabat dalam heningnya malam. Mari kita menulisnya.

Entahlah, tetiba keinginan menulis itu muncul kembali. Demikian malam semakin sunyi ketika sebuah lagu dari Chrisye yang berjudul "Lilin lilin kecil" menemani suasana. Lagu ini berhasil membuat suasana hati menjadi rindu akan sajak-sajak yang dahulu. Sambil membuka lembar ingatan kejadian beberapa waktu lalu. Sambil terpejam, sambil pula teringat akan banyak hal menyedihkan terjadi.


Entahlah, 
sedemikan rumitnya kah menata suasana hati, 
melihat sepasang suami istri bercumbu dalam rindu
sang laki lari tergopoh-gopoh menunjukkan raut ketabahan palsu
sang istri melebarkan bibirnya menyampai damai ke arjuna
berpeluk dan keluarlah air mata bahagia
seakan mereka tetap dalam surga selamanya
berpegang bersama kedua tangan mereka sambil mengayun jari-jari buah hati
matanya tajam sang suami, 
mendekap bahu bidadari 
membisikkan kalimat cinta yang indah,..
meniupakan keyakinan tak berhingga,...
Sang istri pun tersenyum,...

Kawan, ilustrasi diatas adalah kejadian yang benar-benar terjadi. Suatu ketika, dalam tugas saya sebagai residen Anestesi di Rumah Sakit, saya sekali lagi mendapat pengalaman yang tak ternilai harganya. Pengalaman luar biasa di sebuah "Universitas Kehidupan" layaknya roman haru yang biasa tertulis di novel cinta. 

Drama itu bernama "Eisenmenger"

Saat itu saya sedang menjalani putaran sebagai Residen Anestesi stase Obstetri, sehingga pekerjaan saya sehari-hari kebanyakan berkutat dengan pasien-pasien hamil bersama Residen Obgyn. Kehamilan sendiri sebenarnya merupakan sebuah hal yang luar biasa. Melakukan pemeriksaan preoperative pada pasien hamil yang direncanakan untuk operasi Sectio baik elektif maupun emergency juga merupakan pengalaman unik. Bagi Anestesi, bidang Anestesi Obstetri juga merupakan salah satu cabang ilmu yang menegangkan dan penuh dengan tantangan, karena menurut saya setiap ibu hamil itu berbeda. Setiap kehamilan dengan berbagai komorbid penyakit perlu mendapatkan penanganan yang berbeda. Setiap ibupun punya harapan yang berbeda,.. terkadang...

Malam ini, entahlah, ingin sekali saya menuliskan salah satu pengalaman ini, ...kalau mengingat masa itu,... entahlah.

Sore itu, saya dihubungi oleh sejawat residen Obgyn bahwa telah datang pasien baru dengan kehamilan dengan kelainan jantung sebagai penyakit penyertanya. Dari obgyn rencana akan dilakukan terminasi, sehingga sudah menjadi tugas saya untuk melakukan pemeriksaan pre-operative pada pasien ini. Saya pun datang ke VK Obgyn dan menjumpai pasien ini,..

Perempuan cantik, masih muda, berjilbab, terbaring tak berdaya di salah satu bed, nampak nafasnya terlihat sesak, sudah terpasang masker oksigen tapi terlihat tenang, menunjukkan kepasrahan luar biasa, jilbabnya tak beraturan sedang diperbaiki oleh laki-laki disampingnya. Tangan mereka saling berpegangan dan semakin erat ketika keluhan dirasakan oleh sang istri, sang calon ibu,....pada saat itu. Lalu saya datang memecah suasana.

Sebenernya saya sedikit tercengang, sempat terpaku, terdiam beberapa saat, sempat sedih juga, namun pemeriksaan harus segera dilakukan dan terlapor ke supervisor kami saat itu. Dari data yang ada, ini merupakan kehamilan pasien yang kedua, dan anak pertama usia 6 tahun dilahirkan dengan operasi sectio tanpa ada masalah. Lalu sejak kapan pasien ini menderita sakit jantung pikirku, langsung saja saya lakukan anamnesa terhadap pasien dan keluarga.

Yah, setelah melakukan pemeriksaan, saya berdoa dalam hati memohon kesembuhan pasien ini, memohon pula keajaiban pada Yang Maha Kuasa, saya menghela nafas sejenak, saya mau marah namun tak berhak, tidak pula pantas,..

Kawan, rasanya sedih menceritakan ini, singkat cerita, pasien ini terdiagnosa sebagai kehamilan kedua usia 27/28 minggu dengan janin yang masih hidup disertai penykit jantung ASD Secundum bidirectional Shunt Dominan R to L Shunt + Pulmonary Hypertension Berat + Deomp Cordis Functional Clasas II-III. Dan secara hitung-hitungan medis, keaadaan ini sama sekali tidak menguntungkan bagi pasien, karena jelas kehamilannya akan memperberat kondisinya sendiri, dan penyakit jantungnya sudah jelas juga tidak akan berdampak baik bagi janinnya bila kehamilan dipertahankan. Sedemikan berat kondisi pasien saat ini, hingga rasanya tidak ada pilihan lain, selain menghentikan kehamilannya. 

Masih ditemani merdunya malam dengan lirik lagu lilin lilin kecil  yang damai. Saya mencoba larut dan memahami keadaan kedua pasangan yang nampak tidak mau disalahkan akan takdir Allah ini. Masih jelas tersirat ketabahan luar biasa dari masing-masing, suaminya tidak menunjukkan sedikitpun raut kesedihan dihadapan istrinya, begitu pula sang istri yang meskipun terlihat lelah senantiasa meyakinkan suami bahwa semuanya baik-baik saja. Sambil saling berdoa, sambil berpegang tangan dan mencium dahi,... romantis,.. sedih.

Kondisi yang disebut Eisenmenger Syndrome ini bukan perkara mudah kawan. Merawat pasien seperti ini komplek, multidisiplin dan persiapannya haruslah matang bila memang direncanakan operasi. Dan yang mengharukan adalah, tidak banyak atau kalau boleh dibilang sedikit pasien yang dapat bertahan hidup dengan kondisi ini alias tingkat mortalitasnya sangat tinggi. Keadaan dan fakta ini haruslah diketahui keluarga terutama suaminya. Saya pun  bertemu dengan suaminya untuk menjelaskan kondisi sang istri sekaligus juga untuk mendapatkan informed consent Anestesi, dan sedikit ingin mengetahui bagaimana ceritanya.

Saya selalu penasaran dengan pasien-pasien seperti ini, apakah sebelumnya tidak pernah ada gejala?, apakah tiak ada tanda-tanda,? apakah selama hamil tidak pernah diperiksa ke dokter sehingga sampai pada kondisi yang sangat membahayakan ini?. Entahlah,.. Nyatanya masyarakat kita masih belum terlalu paham dengan kondisi kehamilan resiko tinggi, tidak hanya dengan penyakit jantung, namun keadaan lain pun juga sama.

Sayapun menemui sang suami. Mulailah kami menyendiri di salah satu sudut ruangan, membicarakan semua hal. Dengan perlahan saya jelaskan semua kondisi sang istri, mulai dari apa yang akan tim dokter kerjakan, dan segala kemungkinan yang bisa terjadi, termasuk kemungkinan terburuk. Nah, nampak sang suami tidak dapat lagi menutupi raut wajah sedihnya di hadapan saya. Mulai dia menitikkan air mata, sedikit demi sedikit dan jatuhlah membasahi pipinya. Sembab matanya menandakan ketegaran hatinya. 

Kawan, sedih sekali rasanya, dalam hati saya berpikir jahat. Seakan saya menggadaikan keimanan saya atas Kuasa Allah SWT, seakan saya tidak yakin dengan Kuasa Allah,. bagaimana tidak, mendapati kedua pasangan ini, sedih sekali mengetahui bahwa esok adalah hari besar bagi keduanya. Rasanya berat sekali, ketika hati seakan harus mengatakan, "Bapak, besok ibu akan meninggal,.!!" tak sanggup bibir ini menyampaikannya dan tidak mungkin pula. Saya menguatkan bapak, dan keluarga, saya minta pasrahkan semuanya ke Gusti Allah, peluang kesembuhan tetaplah ada. dan yang memberi kehidupan dan kematian hanyalah Allah SWT, tidak manusia apalagi dokter. Kami akan berusaha sebaik mungkin besok.

Kawan, ini bukanlah dilema, dilanjutkan kehamilannya, jelas akan memperburuk keadaannya, di terminasi dengan sectio caesaria juga beresiko tinggi, namun pilihan harus diambil, dan keputusan untuk operasi adalah pilihan sulit yang harus dilakukan, setidaknya masih ada peluang keberhasilan, tentu atas ijin Allah SWT. 

Setelah jelas mendapat penjelasan, dan tangis haru menderu telah pula terjadi sesama keluarga, giliran sang suami bercerita tentang keadaan istri yang sangat dia cintai selama ini. Saya pun berusaha menjadi pendengar yang baik. 

Sang istri pertama kali merasakan ada keluhan sekitar 3 tahun yang lalu, keluhan sesak dan berdebar jika melakukan kegiatan agak berat sedikit, kemudian periksalah mereka ke dokter dan sang istri didiagnosa terdapat penyakit jantung bawaan jantung bocor. Sang istri bukannya tidak kontrol kawan, selama 3 tahun ini sang istri rutin datang ke Poli jantung untuk mengambil obat dan tidak pernah lepas minum obat. Pada saat melahirkan anak yang pertama 6 tahun lalu, juga tidak didapatkan tanda-tanda ada masalah di jantungnya, atau tidak diperiksa secara teliti bisa juga, namun operasi dan pembiusan "untungnya" berjalan dengan lancar dan anak pertamanya kini sudah besar dan lincah, yang harusnya mau punya adik. Yang mungkin dia sulit memahami bahwa sebentar lagi ibunya akan pergi meninggalkan dia selama-lamanya. Astaghfirullah...

"Bapak tidak dikasih tahu kalau ibu tidak boleh hamil? " tanya saya pada sang suami.

Lalu sang suami pun menjelaskan panjang lebar alasan kehamilan istri kali ini. Sang suami sangat paham dan tahu kalau istrinya tidak boleh hamil lagi, namun watak sang istri yang keras. Dari beliaulah keinginan punyak anak lagi ini muncul dan sang istri cukup bersih keras akan hal ini. "aku ingin punya anak lagi mas,!!" kira-kira demikian sang suami menirukan keinginan sang istri waktu itu.

Dan ketika takdir Allah terjadi, sang istri hamil lagi, mereka pun rutin memeriksakan kondisi ke poli jantung dan poli hamil. Dari sang suami, saya jadi tahu bahwa sejak kehamilan istri masih muda, hampir semua dokter menyarankan untuk segera mengakhiri kehamilan istrinya, datang ke dokter lain sarannya pun tidak jauh berbeda dan itu berlangsung hingga bulan ke-4 kehamilan. Sang suami terus membujuk istrinya agar bersedia mengakhiri kehamilan namun istrinya menolak semua itu. Dan karena kekesalannya sang istri pun mogok kontrol ke dokter. Hingga sampailah hari dimana kondisinya semakin parah dan akhirnya menjadi pasien saya saat itu.

Semakin larut, semakin pula hanyut dalam emosi, semakin pula resah hati mengingat kala itu. Lilin-lilin kecil nya Chrisye masih senantiasa setia menemani malamku. Lagu ini luar biasa. 

"Baiklah kalau demikian", kata saya pada sang suami. Saya pastikan sang suami memahami betul situasi saat itu, saya juga pastikan keluarga lainnya memahami kondisi yang sedang terjadi. tidak ada pilihan lain, tidak dilahirkan, kondisi sang istri jelas akan semakin memburuk. Di terminasi pun tidak menjamin semuanya akan baik. Pengalaman kami selama ini, hampir tidak ada pasien yang survive sekalipun operasi berjalan dengan lancar, pasien tetap mengalami masa-masa kritis setelah operasi. Rekor yang pernah terjadi, kami berhasil mempertahankan pasien hamil dengan Eisenmenger Syndrome selama 2 minggu post Op, berhasil pindah ke ruang intermediete dari ICU, namun pada akhirnya di ruangan pun kondisi memburuk hingga akhirnya meninggal juga.

Bukan pesimis sebenarnya, namun kondisinya sudah amat sangat berat. Sang istri meskipun jelas nampak lelah dengan kondisinya yang sesak, terus berusaha meyakinkan sekelilingnya bahwa dia baik-baik saja. Saya tidak tahu apakah sang istri merasa bahwa ajalnya sudah dekat? atau entahlah bagaimana menyebutnya. Sekali lagi bukan pesimis kawan, serius bukan pesimis,...

Sang suami jatuh, lunglai, letih lesu dan jelas tak berdaya setelah mendengar penjelasan dari saya. Istri yang dicintainya, tak terasa sebentar lagi akan meninggalkannya dari kehidupan ini. Sedih sekali. Saya berusaha menguatkan sang suami. Saya ingin sang suami tetap nampak tegar dihadapan sang istri, paling tidak sampai besok pagi menjelang istrinya akan dioperasi. Sang suami pun meng-iyakan anjuran saya, dan segera setelah itu sang suami nampak "biasa" saja dihadapan sang istri.

Bayangkan bila kawan-kawan berada dalam situasi sang suami,.???'. Sedih bukan... Rasanya itu seperti tidak dapat diungkapkan. Saat ini, sang sitri masih bisa tersenyum, sadar baik dan dapat berkomunikasi, esok pagi,..dia akan meninggalkan kita selama-lamanya,... coba bayangkan rasanya,..??'

Kawan, malam itu saya tidak bisa tidur karena harus memikirkan bagaimana caranya membius pasien ini. Saya senantiasa berkonsultasi dengan supervisor, dan senior residen mengenai perioperative pada pasien ini. Apa saja yang harus disiapkan, apa saja yang harus dikerjakan besok dan bagaimana tatalaksana postperative-nya. Saya habiskan malam itu untuk belajar dan membaca segala literatur tentang pasien seperti ini. Saya menjumpai pasiennya sekali lagi dan menyampaikan persiapan puasanya. Sang istri tersenyum dan berucap "terimakasih dokter". Luar biasa, 

Dalam hati saya bertanya "apakah pasien ini tahu, kalau besok mungkin saja adalah hari terakhirnya di dunia ini!!' Ah, tapi apalah perasaan saya ini. Tidak etis, tidak elok dan tidaklah pantas. Masih ada Allah, masih ada Allah pikir saya dalam hati berusaha mengacaukan lamunan ini. 

Saya berpamitan, lalu pulang. 

............
Berkerut kerut tiada berseri 
Tersendat sendat merayap dalam kegelapan 
Hitam kini hitam nanti
Gelap kini akankah berganti...
....

Masih diringi dengan lantunan Lilin Lilin Kecil nya Chrisye, segera ingin saya selesaikan cerita ini. Malam semakin larut, mata ini pun semakin tertutup kabut. Ngantuk. 

Singkat cerita, pagi itu sesuai rencana, sang istri akan menjalani operasi caesar. Semua persiapan rasanya sudah matang, Semua anggota tim juga sudah dipersiapkan. Maternal Save, demikian tujuan dari operasi beresiko tinggi ini. Point of no return. Tidak ada jalan untuk kembali, semua harus dijalani. Saya berdoa semoga operasi berjalan dengan lancar. Amin

Haru menderu-deru
selingan desahan angin mengusik kalbu yang biru
kesedihan membuatnya indah serupa siluet senja di pesisir harapan
jari jemari berparodi menari
hati gundah meratap kesedihan
kesedihan akan kematian
keragu-raguan
Takdir Illahi pasti akan terjadi,..
Doa dan rayuan hamba senantiasa menyertai
kuatkan kami
.....................

Operasi berjalan lancar dengan segala kesulitannya, bayi lahir dengan kondisi lemah, kami bawa ke NICU namun beberpa saat kemudian kami dikabarkan bayinya meninggal, sesuai perkiraan. Pilihan pembiusan pada pasien ini adalah bius total, setelah operasi selesai, kami anggap pasien masih dalam keadan kritis, sehingga selepas operasi pasien kami rawat di ICU. di ICU kondisinya bukannya lebih baik, justru saat pasien mulai sadar dari pengaruh pembiusan, pasien gelisah. 

Semua alarm monitor berbunyi menandakan kondisi pasien sedang tidak stabil. Selepas operasi, saya dibantu dengan senior residen di ICU tidak pernah sedikitpun beranjak dari pasien ini. Segala daya upaya sudah kami kerjakan untuk mempertahankan pasien ini. Tekaan darahnya mulai menurun, Nadinya naik hingga melebihi batas normal, dan nafas pasien nampak tidak sinkron dengan ventilator. 

Kondisi pasien terus memburuk. Saya duga pasien ini mengalami PH Crisis (Pulmonary Hypertension Crisis). Kondisi yang sangat mengerikan pada pasien Eisenmenger Syndrome. Segala daya terus kami usahakan, konsultasi dengan supervisor tak henti-hentinya kami lakukan. Selama kondisi kritis ini, pasien sempat mengalami henti jantung hingga 2 kali, kami lakukan pijat jantung dan jantung pasien kembali berdenyut. Kami putuskan untuk memanggil keluarga dan kami jelaskan kondisi pasien sejelas-jelasnya. Harapan pasien dapat bertahan hidup sangatlah kecil terlebih pasca henti jantung 2 kali. Kami sampaikan apa adanya, tidak ada yang kami tutupi. Saya persilahkan keluarga berdoa, terlebih suaminya. 

Demikianlah drama ini berakhir kawan. Suami memutuskan untuk ikhlas dan menandatangani form DnR (Do Not Resusitate) yang artinya bila pasien jatuh dalam kondisi henti jantung sekali lagi, kami tidak akan melakukan bantuan hidup. 

Sang suami memegang tangan istrinya, sayu-sayu saya mendengarnya sebagai "aku mencintaimu!!' kata suami kepada istrinya. Kehidupan telah berakhir kawan. 5 jam post operasi, pasien meninggal dunia. Sebuah hal yang dikatakan  "wajar" pada kondisi kelainan jantung seperti ini. Namun tentu tidak wajar bagi suami, dan keluarga pasien. Sang suami menutup wajah istrinya sambil mengatupkan bibir yang tepinya telah basah oleh air mata. Dia tidak mau menangis, tapi tetap hatinya menangis... Sang suami menutup kain selimut ke wajah istrinya. 

Saya yang menyaksikan pemandangan ini jadi larut pula dalam suasana. Malam ini telah selesai, ditutup dengan bait terakhir lagu chrisye Lilin lilin kecil. Lagu yang menginpirasi saya untuk menuliskan kisah ini. 

Sebagai akhir dari coretan ini, ijinkan saya mengutip kalimat bijak dari seorang arif.

Terlihat agak lucu
bagaimana pada saat ada kematian
orang-orang menangis dan sedih
sedangkan pada saat ada kelahiran
orang-orang gembira dan senang
itu hanyalah khalayan
Saya rasa jika anda benar-benar 
ingin menangis
lebih baik melakukannya pada saat
seseorang dilahirkan
Menagislah pada awalnya, karena
bila tiak ada kelahiran, maka
tidak akan ada kematian

--Ajahn Chah--




Sabtu, 27 Agustus 2016

Swallow Your Pride, Remember Your Patient,..!!

.......................
Sementara pagi ini,
yang terbentang di pandang hanya dedauanan kering yang gugur satu demi satu ke tanah
memenuhi rerumtputan hijau dibawahnya,..
angin pun hanya berbisik pelan
membawa mereka yang layu terbang pelan
lambai se-melambai ranting tipis tersapu angin

Suatu ketika, dalam rutinitas saya sebagai residen Anestesiologi di RSUD Dr. Soetomo/FK UNAIR, saya dihadapkan pada sebuah situasi yang sebenarnya sudah sehari-hari saya hadapi, namun kali ini berbeda. Seperti biasa, setiap sore kami akan menunggu jadwal operasi untuk hari esok, mengikuti kegiatan ilmiah sore di bagian dan selepasnya kita akan melakukan visite pasien untuk pemeriksaan Pre Operatif. Bagi saya, saat ternikmat menjadi residen adalah ketika dapat mengunjungi pasien dan melakukan pemeriksaan terhadap pasien sekaligus menjelaskan setiap detil prosedur yang akan kami lakukan besok. 

Di level saya sebagai residen saat ini, saya sadar masih banyak hal yang harus saya pelajari, masih banyak pula kesalahan yang saya lakukan, dan mungkin saya juga tidak terlalu pandai bila dibandingkan dengan teman atau kakak-kakak saya di Anestesi. Dimarah-marahi, di "hajar" sana-sini, saya terima dan saya anggap biasa, selama semua itu untuk kepentingan pasien. 

Suatu malam, saya harus mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk acara operasi esok hari. Saya datang ke ruangan, untuk melakukan pemeriksaan pada pasien, dan sekaligus untuk menjelaskan prosedur Anestesi yang besok akan kami lakukan. 

Dia adalah seorang pemuda, 18 tahun baru lepas SMA dan mengalami kecelakaan beberapa waktu yang lalu, sempat dioperasi beberapa kali namun luka operasi tidak kunjung membaik dan pada akhirnya diputukan untuk dilakukan amputasi. Dan sayalah yang akan melakukan prosedur Anestesi pada pasien ini esok. Tidak ada masalah ketika saya melihat jadwal operasi saya besok sampai saya berkunjung ke ruangan dan bertemu pasiennya. 

Entahlah kawan, apa yang teman-teman bayangkan ketika keputusan amputasi itu harus diterima oleh pemuda 18 tahun yang masa depannya masih panjang. Pandangannya kosong, pasrah, dan selalu diam. Bila operasi terlaksana sesuai jadwal esok hari, maka ini adalah operasi ke-4 yang akan dia alami. Di Rumah Sakit sebelumnya, dia sudah menjalani operasi dan debridement beberapa kali, namun karena lukanya cenderung ke arah infeksi maka pasien ini pun dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo untuk kemungkinan dilakukan Amputasi.

Orang tuanya menegur saya dan mengajak saya berbicara di tempat lain, Ibunya menangis dan bapaknya terlihat tegar. Saya memperkanalkan diri sebagai dokter Anestesi, dan melakukan beberapa pertanyaan terkait kondisi pasien dan riwayat kejadian. Ibunya bertanya kepada saya, "apakah tidak ada jalan lain selain Amputasi dokter?" kasihan anak saya dokter," kata ibunya. Sambil terisak, bapaknya coba menenangkan dan menabahkan istrinya. Saya pun bertanya pada kedua orang tua ini, "Sudah sejauh apa yang bapak ibu pahami tentang kondisi anak ibu?" tanya saya. Pertanyaan ini penting karena di Rumah Sakit sebesar ini, sering terjadi ketidak sepahaman informasi antara pihak pemberi layanan dalam hal ini kami sebagai dokter dan pasien itu sendiri. Di Rumah Sakit se-ideal ini pun, pada kenyataannya mewujudkan situasi ideal pun juga tidak mudah. Saya sendiri pun terkadang juga melewatkannya, karena padatnya jadwal yang luar biasa.

Singkat cerita, sebenarnya kedua orang tua ini sudah mendapat penjelasan "sedikit" tentang kondisi anaknya dari dokter bedah (residen). Tidak bermaksud menyalahkan departemen lain, namun saat itu, beginilah kondisi yang saya hadapi. Kondisi anak ini cukup baik dari sudut pandang Anestesi (PS ASA 1), dari pemeriksaan fisik, kecuali lokasi frakturnya tidak didapatkan kelainan, Laboratorium dan penunjang lainnya juga tidak ada masalah, pasien ini siap dikerjakan besok, pikirku. Tapi kondisi psikisnya? saya tidak tahu, mungkin terganggu, Saya lihat status rekam medis, nampaknya juga sudah dikonsulkan ke Departeman Psikiatri dan sudah dilakukan konsultasi pula. 

Dari kelengkapan administrasi semua "syarat" dilakukannya operasi amputasi sudah terpenuhi, meskipun terkadang saya pun berikir apakah ini hanya rutinitas saja. Pada kenyataanya, saya masih melihat pasien ini kosong, pasrah, sedikit denial . Malam itu banyak hal yang saya dapatkan. Kedua orang tua ini masih mencoba untuk memanfaatkan saya di saat-saat terakhir sebelum salah satu kaki anaknya ini di"ambil". 

"Dokter, coba berbicara sekali lagi sama anak saya dok," beri dia kekuatan, semangat, dan support untuk menjalani operasi besok, dan untuk menjalani kehidupan setelah operasi." Saat ini kami cemas, cemas akan operasi besok dan keaadannya setelah ini", kata ibunya.

Baiklah, saya akan mengajak anak ini ngobrol sekali lagi. Kami ngobrol banyak dan lumayan panjang, sekitar 20 menit-an. Saya tidak tahu apakah itu waktu yang cukup atau tidak, namun saya juga harus melakukan pemeriksaan pada pasien lain dan segera konsul ke Supervisor malam itu. Pada obrolan kami yang kedua setelah pembicaraan yang pertama saat saya melakukan pemeriksaan fisik, anak ini sedikit terbuka dan akhirnya mengeluarkan senyumnya, meskipun saya tahu itu "palsu". Mungkin anak ini mencoba menghormati saya, atau apapun itu. Kali ini saya juga tahu, anak ini cemas dan gelisah. Saya berusaha melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan. Apakah itu berhasil? saya tidak tahu. Di akhir pembicaraan saya dengan anak ini, saya menambahkan resep obat sedatif ringan untuk diminum malam hari. Saya tidak tahu apakah akan bermanfaat atau tidak pada keadaan ini, paling tidak ada sesuatu yang dapat saya berikan terhadap anak ini.

Tidak mudah kawan, tidak akan mudah memahami kondisi ini sekalipun kita adalah dokter. Jangan berdebat tentang hal ini. Kalian tidak pada posisi anak ini. Saya pun tidak. Saya sedih? iya. Saya belajar banyak hal malam itu? iya. Bagaimana tanggung jawab moral kita sebagai dokter? Disinilah saya memahami satu lagi fungsi dokter Anestesi. Malam itu, saya belajar bahwa pemeriksaan pre-operatif memang sangatlah penting. Melakukan visite pasien sebelum operasi juga sangatlah penting. Kalau bukan kita? mau siapa lagi.

Semua pasien akan merasakan kondisi cemas, gelisah dan takut ketika berhadapan dengan keputusan operasi, dan ini amat sangat wajar. Tugas kita sebagai dokter, untuk memastikan pasien tidak mengalami kondisi ini sebelum operasi. Dengan melakukan kunjungan pre-operatif, sebagai Anestesi, saya dapat memberikan terapi pada kondisi cemas ini. Beberapa pasien memang membutuhkan obat sedatif, namun percayalah, dengan sedikit waktu dan penjelasan yang cukup, sedikit banyak pasien akan merasa lebih siap menghadapi operasi esok hari. 

Surgery is gruesome and unnatural. Patients are often times scared to tears in the pre-operative area. I take this as an opportunity to establish professional rapport by framing everything in the context of maintaining patient safety above all else. Their safe operative course is a responsibility I take very seriously and constantly motivate others to recognize. Also, no one can fault you for doing something in the patient’s best interest. (Rishi Kumar, MD - Anesthesiology Residency at Baylor College of Medicine in the Texas Medical Center)

Seorang Anestesi harus dapat meyakinkan pasien, bahwa selama operasi berlangsung, dia lah yang akan menjaga kondisi pasien. Bahkan tidak hanya selama operasi, sebelum operasi dan sesudah operasi pun peran Anetesi sangat penting. Memastikan kondisi pasien siap untuk dilakukan operasi, mengurangi dan memastikan pasien tidak merasakan cemas sebelum operasi dan memastikan pasien tidak merasakan nyeri baik selama maupun sesudah operasi. Siapa lagi yang akan melakukannya demi pasien kalau bukan kita dokter Anestesi. 

Seperti yang para Guru saya sering sampaikan pada kami, yang paling penting itu adalah "care" pada pasien.

Saya bersyukur mendapat kesempatan bekerja di salah satu Rumah Sakit terbesar di Indonesia, dengan jadwal operasi yang saya yakin merupakan yang terbanyak dan terpadat di Indonesia. Dengan variasi kasusnya yang luar biasa dan keanekaragaman pasiennya yang berbeda-beda, berharap saya dapat mengambil sebanyak-banyak ilmu dari kesempatan ini.

"The most rewarding aspect of my training has easily been my commitment to patient safety. Circulating nurses are busy managing the operative flow. Surgeons and scrub techs are focused on the surgical goals of the case. Who is actually watching the patient? Your anesthesiologist!" 

Rupanya matahari semakin terik,
ditandai dengan bayang-bayang pohon yang mulai nampak
tapi angin masih saja berbisik membuat sejuk
musik kehidupan ini begitu indah kawan,
lantunannya begitu merdu dengan melodi asa dan cinta para pujangga
mari tebarkan kebaikan
sebarkan senyum harapan
berjuanglah sampai maut memisahkan ragamu dengan dunia fana ini
bila hanya kakimu yang terambil, 
bukankah masih ada kaki yang lain,.??
bukankah kedua tangan dan pikiranmu masih utuh,..
menangislah sejadi-sejadinya untuk hari ini, esok dan selamanya bila kau mau
lalu kau akan tenggelam dalam kesedihan
sampai kau akan menyadari semua itu sia-sia
menangislah secukupnya kawan, 
kehidupanmu akan terasa lebih berat sejak saat ini,.
tapi sayangnya engkau harus tetap berdiri menatap mimpi,..
bila ragamu tak sanggup berdiri,..
biarlah buah karyamu yang membuatmu berdiri terkenang sepanjang masa kehidupan ini,..

(Bie-2016)

Rabu, 14 Oktober 2015

Candi Cetho : It's About The Journey, Not The Destination



Surabaya, 14 Oktober 2015

Hari ini rasa-rasanya cukup malas melakukan segala sesuatu. Kehidupan sebagai residen ternyata cukup melelahkan, dan adanya hari libur, tanpa agenda kegiatan di bagian, merupakan suatu hal yang amat sangat langka dan patut disyukuri. Pagi ini, matahari seperti biasa mengawali cerita kehidupan para makhluk di semesta. 

Aku sendiri sengaja bermalas-malasan setelah subuh. Dalam keadaan masih setengah ngantuk, aku berangan-angan tentang apa saja yang akan terjadi hari ini. Sembari mengumpulkan semangat, aku memutuskan untuk menuju kamar mandi dan mencuci baju.

Nah, sambil mengisi waktu liburan, aku memutuskan untuk menulis lagi di blog asal-asalan ini. Kali ini aku ingin berbagi pengalaman tentang perjalanan ke Candi Cetho di Karanganyar Jawa Tengah kira-kira 3 tahun yang lalu. 

Saat itu kami masih menjalani program Internsip sebagai kewajiban dokter yang baru lulus. Kebetulan kami ditempatkan di Puskesmas Ngrambe, Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Di sela-sela kesibukan jaga kami memutuskan untuk sejenak mengunjungi Candi Cetho. 

Rombongan kami waktu itu terdiri dari aku sendiri, Dinda, Angga dan Miftah yang Alhamdulillah kami semua diberi kesempatan untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang program pendidikan dokter spesialis saat ini. Aku sendiri sebagai residen Anestesi, Dinda di Ilmu Kesehatan Anak, Angga di Orthopedi dan Miftah di Ilmu Penyakit Dalam.



Cetho dalam bahasa jawa berarti jelas atau jernih, Candi cetho berada di ketinggian 1400 meter lereng Gunung Lawu dan merupakan peninggalan umat Hindu abad ke – 14 M. Berbeda dengan candi-candi di Jawa Tengah yg pada umum nya menghadap ke barat, candi cetho ini menghadap ke timur mungkin karena pembangunannya pada masa Majapahit sehingga terpengaruh oleh candi-candi dari Jawa Timur.

Kami mengawali perjalanan dari Kecamatan Ngrambe, tempat kami mengabdikan diri sebagai dokter internsip. Mengendarai mobilnya Dinda "Black Bumblee Bee" nya yang kebetulan sering mengajak kita kemana-mana saat itu. Persisnya aku lupa, bagaimana kita bisa sampai ke Candi Cetho. Yang aku ingat, kami berangkat siang selepas jam dinas selesai dan melewati jalanan berliku di perbukitan, melewati hamparan kebun teh yang indah nan luas dan membentang sampai berkilo-kilo perjalanan kami.

Si Bumble Bee sempat ngambek, terbukti dari asap yang dikeluarkannya, memaksa kami sejenak untuk istirahat. Baiklah kami menepi di sebuah warung. Hari masih sore kala itu, matahari cerah sekali, udara dingin menusuk tulang, namun teriknya matahari senja masih mampu memberi kehangatan pada tubuh kami, sehangat mie rebus pakai telur yang kami pesan sore itu.

Bumble Bee Ngambek !!


,...................
Belum nampak awan menggumpal menaungi bumi
senja meratapi sunyi dan mimpi-mimpi
tak nampak pula asa kala gerimis membasahi tanah
dedaunan sibuk menari manja teriringi desir tiupan angin malas
pemuda pemudi sibuk memerdekakan diri
melangkah satu langkah
membelalak, membuka mata dunia akan rasa-rasa
mencoba menggenggam harga diri yang terbelenggu
menampakkan raga di keindahan sejati

................................

Sore menjelang senja, akhirnya kami sampai di Candi Cetho. Tidak banyak pengunjung yang ada, mungkin karena hari semakin sore. Sampai pada akhirnya kami semua pun sadar, bahwa sepertinya waktu terbaik mengunjungi Candi ini memang adalah sore menjelang senja, dan saat tidak banyak orang yang berkunjung.

Kami berkeliling candi, memahami setiap bagian dari candi, mempelajari apa yang bisa dipelajari. Tentu sambil mengambil foto sana -sini, karena tanpa dokumentasi, perjalanan ini akan sia-sia, dan blog ini pun tidak akan pernah ada. hehehe,..!!







Dalam perjalanannya, kami bahkan memberanikan diri untuk mencoba mengunjungi Puri Saraswati. Lokasinya agak jauh dari Candi Cetho, tapi masih berada di kompleks Candi Cetho. Saya lupa harus berapa lama kami berjalan kaki untuk menuju situs ini, tetapi sedikit waktu yang kami luangkan nampaknya tidak sia-sia. Untuk sebuah perjalanan budaya, saya pribadi cukup puas dengan candi Cetho ini.



Tentang aura mistisnya,..?? candi ini cukup bikin merinding memang. Namun percayalah, keindahannya mampu mengusir jauh-jauh rasa itu. Pada akhirnya perjalanan ini kami tutup dengan sebuah keindahan sejati tak tertandingi. Senja kami sore itu terbayar tuntas dengan pemandangan matahari tenggelam yang sangat-sangat indah. Kami terpukau sejenak, memutuskan untuk duduk dan mengamati senja luar biasa ini.



Belum tampak mendung merenung bumi
Seberkas haru larut terbalut kalut dan takut
Terpaku ratap menatap Jiwa-jiwa penuh rindu
Hangatkan dahaga raga yang sendu merayu


Bulan tak ingin membawa tertawa manja
Kala waktu enggan berkawan pada hari
Saat bintang bersembunyi sunyi sendiri
Terhapus awan gelap melahap habis langit


Bulan memudar cantik menarik pada jiwa ini
Hitam memang menang menyerang terang
Tetapi mekar fajar bersama mentari akan menari
Bersama untaian senandung salam alam pagi.

(Puisi Tanpa Nama)
Sumber



Pada akhirnya, ini semua tentang perjalanan hati. Saat ini, terkadang kerinduan itu datang merasuk, menampar raga yang seakan mulai lemah tak berdaya, mencoba menumbuhkan rasa itu kembali. Teman, aku sangat merindukan situasi hati saat menapakkan kaki di jalan setapak seperti dahulu. Teman, aku sangat rindu pula menghirup udara dingin sejuk gunung-gunung. Menghilangkan rasa penat situasi kota penuh asap. Teman, entahlah kapan saat aku dapat kembali melangkahkan kaki. Kembali berjalan, melangkah bahkan mungkin mendaki,..

Cerita malam ini adalah saksi kerinduanku yang dalam akan sebuah perjalanan hati. Berharap suatu saat kesempatan itu datang lagi.




Kawan, 
berandai-andailah bila mimpi nampak sendu seperti awan biru,..
mengejar cahaya silau sinaran senja-nan malu
mempelajari hikmah keindahan alam-Nya
senandung merdu mulai berbisik lembut
seriang teriakan bocah-bocah pesisir bermain pasir
menapak kaki satu demi satu
merasa angin di ujung bukit-bukit
menerpa rambut kita nan lembut
mendaki gunung-gunung
menyelami samudra
menulis sajak keindahan bumi kita
Nusantara raya,...
 


Bie, 2016.